Select Language

Indonesia Membaca, Indonesia Pintar, Indonesia Sejahtera

SELAMAT DATANG DI BLOG
"DUNIA PENDIDIKAN"

     Merupakan media dan tempat dalam mencari segala informasi terkait dunia pendidikan. Anda dapat mencari artikel, software, aplikasi maupun segala informasi yang diperlukan. Silahkan masukkan keywoard pada "search" untuk memudahkan pencarian.
Berikut adalah link ebook yang dapat diunduh :


Kamis, 19 Agustus 2010

Satu Masjid, Dua Imam

           Berbeda pandangan boleh saja, kerukunan adalah yang utama. Semangat seperti ini tercermin di Masjid Agung Surakarta, Solo, Jawa Tengah. Masjid yang berdiri bersamaan dengan Keraton Kasunanan Surakarta ini sangat menjunjung tinggi nilai pluralisme. Bisa dilihat dalam pelaksanaan shalat tarawih. Dibawah atap masjid itu terdapat dua jamaah, masing-masing menjalankan shalat tarawih 11 rakaat dan 23 rakaat. Alhasil di dalam masjid itu ada dua imam untuk dua jamaah ini. Keunikan ini bisa dilihat di setiap jamaah menunaikan salat tarawih di bulan ramadan. Sebetulnya saat salat isya, jamaah masih bersatu shalat di ruang utama masjid dipimpin oleh seorang imam. Mereka berbaris rapi di dalam shaf. Ada yang menggunakan celana panjang, dan ada pula yang sarungan. Di barisan paling belakang jamaah perempuan.

           Usai salat empat rakaat, sebagian jamaah melaksanakan salat sunat ba’diyah isya. Namun, ada juga serombongan jamaah yang bersarung bergegas meninggalkan ruang utama masjid, mereka pindah ke sebelah utara ruang utama. Setelah jumlah jamaah terlihat cukup, maka pintu penghubung antara ruang utama masjid, peninggalan Pakubuwono IV, ini dengan ruang sebelah pun ditutup rapat. Samar-samar terdengar suara imam yang hendak memulai shalat tarawihnya. Jamaah 23 rakaat lebih dulu melakukan shalat tarawih. Pemandangan berbeda terlihat di ruang utama masjid. Para jamaahnya sedang khusyuk mendengarkan tausiyah dari ustadz. Sebab, sebelum menunaikan salat tarawih terlebih dahulu diisi kultum. Setelah sekitar tujuh menit hingga sepuluh menit, tausiyah selesai. Dan selanjutnya dilakukan shalat tarawih.
            “Mereka melaksanakan shalat isya secara berjamaah dengan satu imam. Namun, ketika shalat isya selesai, para jamaah mulai memisahkan diri untuk melaksanakan shalat tarawih dengan imam dan jamaahnya masing-masing," kata Ketua II Takmir Masjid Agung Surakarta Slamet Aby. Untuk saling menghormati dan tidak mengganggu shalat tarawih masing-masing jamaah, pihak takmir masjid mengatur besar kecilnya suara pengeras kedua imam tersebut. Ini dilakukan agar suara pengeras suara itu tidak saling mengganggu antara yang jamaah satu dengan yang lainnya.
            Sejak awal berdirinya masjid ini, setiap shalat tarawih pada bulan Ramadhan jumlah rakaatnya mencapai 23 rakaat. Namun, sekitar 1980-an, kebijakan memisahkan ruangan itu pun muncul. Sebab, setiap kali shalat tarawih pada hitungan 8 rakaat, sejumlah jamaah meninggalkan masjid dan melanjutkan dengan shalat witir di rumah.Lantas, atas dasar pemikiran KH Muthohar Al Hafidz yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren Ta’fid Wattaqlimil Qur’an yang satu komplek dengan Masjid Agung, pada 1983, jamaah shalat tarawih pun mulai dipisahkan antara yang 11 rakaat dengan 23 rakaat.
             Selanjutnya yang 11 rakaat menempati ruang utama masjid karena jumlah jamaahnya lebih banyak. Sedangkan yang jamaah shalat tarawih 23 rakaat menempati ruangan sebelah utara masjid yang dari segi ukuran ruangan lebih kecil. Pada saat musyarawarah untuk memisahkan ruangan ini, Aby mengungkapkan, tidak muncul pertentangan ataupun percekcokan dari salah satu kubu jamaah. Karena mereka semua menyadari bahwa dalam bulan suci Ramadan harus menjunjung persaudaraan dan kerukunan.

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
Mobile Edition
By Blogger Touch